Showing posts with label TRADISI TIONGHOA. Show all posts
Showing posts with label TRADISI TIONGHOA. Show all posts

Makna Perayaan Kue Bulan (Moon Cake)


Di negeri asalnya China, festival moon cake (kue bulan) menjadi perayaan istimewa dalam menyambut datangnya musim gugur. Untuk tahun 2012 perayaan kue bulan jatuh pada tanggal 30 September. 

Dalam tradisi umat Tionghoa, saat perayaan kue bulan seluruh anggota keluarga akan berkumpul guna menyantap kue bulan yang dilakukan saat bulan purnama. Maknanya adalah untuk menjalin kebersamaan diantara keluarga. Kerabat dan keluarga yang beberapa saat terpisah dari keluarga besarnya, biasanya akan berkumpul kembali untuk bersama-sama makan kue bulan. Di China, festival kue bulan menjadi perayaan besar kedua setelah hari raya Imlek.

Makna dari perayaan Musim Gugur di negeri tirai bambu itu kemudian menyebar ke berbagai belahan dunia dan selalu dirayakan terutama oleh warga keturunan Tionghoa, termasuk di Indonesia.

Namun selain menyambut musim gugur, kabarnya ada kisah heroik dibalik perayaan kue bulan itu.

Konon saat itu, rakyat Han berusah keluar dari kekuasaan pemerintahan Mongol dari Dinasti Yuan (1280-1368 SM). Shu Yuan Zhang lalu berencana menggulingkan pemerintah yang berkuasa namun dia tidak tahu bagaimana caranya menyatukan seluruh rakyat Han agar ikut dalam pemberontakan.  Akhirnya salah satu penasehatnya  mengusulkan agar pesan tentang pemberontakan itu dimasukkan ke dalam kue bulan lalu dibagikan kepada seluruh rakyat Han.

Alhasil, pada tangga 15 bulan 8 menurut kalender Imlek, terlaksanalah pemberontakan untuk menggulingkan Dinasti Yuan. Selanjutnya yang berkuasa di China adalah Dinasti Ming (1368-1644 SM)  


Mengapa Kata 'Cina' Tidak Pantas Digunakan?


Kata 'Cina' mulanya digunakan secara netral sampai dengan awal abad ke-20, namun kemudian karena sering digunakan untuk menghina dan memaki, akhirnya kata tersebut mulai ditinggalkan.

Seiring dengan itu, gerakan kemerdekaan di Tiongkok mencapai puncaknya pada tahun 1911 dengan berdirinya Republik Tiongkok yang dalam bahasa Mandarin disebut Zhonghua Minguo. Kata Zhonghua dalam dialek Hokkian menjadi Tionghoa. Semangat gerakan ini menyebar ke orang-orang Tionghoa di Indonesia sehingga mereka mulai menyebut dirinya dengan kata Tionghoa, menggantikan kata Cina.

Semangat kemerdekaan ini kemudian ditularkan kepada para pejuang kemerdekaan Indonesia. Karena sama-sama merasa senasib, sama-sama berjuang melawan kekuasaan asing (Eropa), maka terciptalah kerja sama dan saling pengertian antara orang Tionghoa dan Indonesia.

Beberapa bentuk kerja sama tersebut di antaranya:

1. Lagu kebangsaan kita, Indonesia Raya, pertama kali dipublikasikan seara umum oleh harian Sin Po, harian milik golongan Tionghoa yang berorientasi ke negeri Tiongkok (Saat itu ada 3 golongan Tionghoa: pro-Tiongkok, pro-Indonesia dan pro-Belanda).

2. Orang Belanda suka menggunakan kata 'Inlander' untuk menghina orang Indonesia. Kata ini sama dengan kata 'Cina', awalnya netral tapi kemudian berkonotasi negatif. Koran Sin Po-lah yang pertama kali mengambil inisiatif untuk mengganti kata 'Inlander' dengan kata 'Boemipoetra' yang lebih positif.

Sebagai wujud rasa terima kasih atas kedua hal ini dan terutama atas semangat kebangkitan nasional yang ditularkan orang Tionghoa kepada orang Indonesia, tokoh-tokoh pergerakan Indonesia juga mulai meninggalkan kata 'Cina' dan mulai menggunakan kata Tionghoa.

Dengan demikian penghilangan kata Cina dan menggantinya dengan kata Tionghoa memiliki makna yang sangat penting, khususnya bagi orang-orang Tionghoa di Indonesia. Inilah salah satu bukti bahwa orang Tionghoa ikut berjuang untuk Indonesia. Inilah juga yang membuktikan adanya kerja sama dan saling pengertian yang harmonis antara orang Tionghoa dan Indonesia di jaman pra-kemerdekaan.

Pada jaman Orde Lama, kata yang selalu digunakan adalah Tionghoa, bahkan Koran dan tokoh yang anti Tionghoapun juga menggunakan kata Tionghoa.

Lalu bagaimana kata Tionghoa berubah kembali menjadi kata Cina?

Tanggal 25-31 Agustus 1966 (di awal rejim orde baru) berlangsung seminar Angkatan Darat di Bandung yang bertujuan untuk membahas peran Angkatan Darat. Entah dari mana, tiba-tiba mereka membahas dan memutuskan untuk mengganti kata Tionghoa/Tiongkok dengan kata Cina. Pada tanggal 25 Juni 1967 keluarlah keputusan presidium kabinet untuk membuang kata Tionghoa/Tiongkok dan menggantinya dengan kata Cina. Dan keputusan ini didukung oleh segelintir Tionghoa (yang, maaf, tidak tahu malu) yang tergabung di dalam LPKB (K. Shindunata dkk).

Sebenarnya ini suatu keganjilan besar. Bagaimana mungkin suatu seminar yang tidak ada hubungannya dengan soal Tionghoa mengambil suatu keputusan menghilangkan kata Tionghoa?! Bagaimana mungkin penghilangan suatu kata saja harus ditetapkan melalui keputusan presidium kabinet?! Jelas sekali bahwa keputusan ini rasis dan bermotif politik yang bertujuan mendiskriminasi golongan Tionghoa. Dengan demikian jelas bahwa kata Cina sengaja dihidupkan kembali dengan tujuan yang tidak baik.

Sejak saat itu, semua media massa mulai menggunakan kembali kata 'Cina' dan meninggalkan kata Tionghoa. Hanya ada satu koran yang tetap bertahan menggunakan kata Tionghoa, yaitu Indonesia Raya yang dipimpin oleh Mochtar Lubis.

Akibatnya bisa kita rasakan sampai sekarang terutama di kalangan generasi muda Tionghoa. Mereka (atau kita) tidak terlalu peduli lagi, bahkan sama sekali tidak mengetahui kenyataan sejarah dan makna yang sangat penting di balik penggantian kata Cina menjadi Tionghoa. Bahkan banyak yang tidak tahu menahu mengenai kata Tionghoa, yang mereka tahu hanya 'Cina' dan menggunakannya tanpa merasa berdosa sama sekali.

Jadi mengapa kata Cina tidak pantas digunakan?

Sebagian orang mengatakan karena kata itu mengandung unsur penghinaan. Memang betul bahwa kata itu mengandung penghinaan. Namun itu tidak berarti bahwa kita harus terhina. dan tidak perlu membuat kita terhina/tersinggung. Orang yang menyebut kata 'cina' pun biasanya tidak bermaksud menghina.

Namun ada 1 alasan yang sangat kuat, yaitu fakta sejarah seperti diuraikan di atas tadi. Penghilangan kata Cina dan penggunaan kata Tionghoa adalah bukti bahwa orang Tionghoa ikut berjuang untuk Indonesia dan adanya kerja sama yang baik dan harmonis antara tokoh pejuang Tionghoa dan Indonesia.

Juga jelas penggunaan kembali kata 'Cina' di jaman orde baru memiliki motif diskriminasi dan penghinaan. Dengan demikian apabila kita masih saja menggunakan kata 'Cina', sama saja artinya kita mengubur fakta sejarah. Sama saja artinya kita tidak menghargai kesepakatan yang diraih oleh para pahlawan kita. Sama saja artinya kita menodai perjuangan para tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia baik itu orang Tionghoa maupun Indonesia. Sama saja artinya kita mewarisi kebijakan rejim orde baru yang rasis dan diskriminatif.

Bung Karno pernah mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang merhargai para pahlawannya. Saya yakin ini termasuk artinya kita meneruskan perjuangan mereka dan menghargai segala jerih payah mereka. Penghilangan kata Cina adalah hasil jerih payah pejuang Tionghoa dan kesepakatan dengan tokoh pejuang Indonesia. Kalau kita tidak bisa menghargainya (atau dengan kata lain kalau saja masih memakai kata Cina), berarti kita bukanlah bangsa yang besar. Dengan demikian, orang Tionghoa yang sudah mengerti fakta sejarah ini tetapi masih saja menggunakan kata 'cina' bukanlah orang yang "besar"!

Penutup
Setelah mengetahui fakta sejarah ini, diharapkan agar kita semua mulai meninggalkan kata 'cina'. Perlu diperhatikan juga, masih banyak orang Tionghoa yang menggunakan kata-kata yang tidak pantas untuk menyebut orang Indonesia. Kebiasaan jelek ini juga harus kita tinggalkan.

Pramudya Ananta Tur dalam sebuah wawancara mengungkapkan: "Masalah "Cina-Tionghoa" bukan sekedar istilah yang mana yang lebih enak diucap atau ditulis, tapi bottom line-nya adalah mengembalikan kebenaran sejarah atas perjuangan Tionghoa dalam pembentukan Republik Indonesia yang hampir terhapus selama hampir 40 tahun."

Saya sangat setuju sekali, masalah utamanya bukanlah soal mengandung penghinaan, konotasi, atau enak tidaknya didengar, tetapi makna sejarahnya!

Penulis Dedi Lim



Pantangan dalam merayakan Tahun Baru Imlek






Masyarakat Tionghoa menganggap hari pertama Tahun Baru Imlek merupakan awal mulanya nasib dan keberuntungan pada tahun yang bersangkutan sehingga banyak sekali larangan dan pantangan dalam merayakan Tahun Baru Imlek. Boleh percaya boleh tidak, Semua tergantung kita. Karena semua patangan dan larangan ini hanya semata-mata merupakan tradisi agar keberuntungan pada sepanjang tahun baru ini menjadi lebih baik dan terhindar dari nasib-nasib buruk. Tentunya,seiring dengan perkembangan jaman dan Teknologi, beberapa pantangan maupun larangan sudah mulai ditinggalkan.

Beberapa pantangan dan larangan terhadap kegiatan yang disebut seperti dibawah ini hanya merupakan referensi dan pengetahuan tentang tradisi pantangan dalam merayakan Tahun Baru Imlek. Pantangan maupun Larangan yang dimaksud antara lain :
  1. Dalam ucapan, kata-kata seperti Mati, Miskin, Hilang, Rusak, Sakit, Mati, Hantu, Habis, kalah dan kata-kata lainnya yang tidak baik atau yang mengandung arti negative juga tidak boleh diucapkan.
  2. Saat membawa gelas, mangkuk dan piring harus lebih berhati-hati untuk menghindari jatuhnya gelas, mangkuk dan piring tersebut sehingga pecah. Jika tidak sengaja hal itu terjadi (pecah), maka orang-orang yang ada disekitarnya harus segera mengucapkan beberapa kata keberuntungan untuk menutupinya. Contoh kata-kata tersebut antara lain :
    Fou Kai Cui, Da Fu Gui [缶开嘴,大富贵]
    Artinya : Keramik membuka mulutnya, kekayaan berlimpah
    Lua Ti Kai Hua, Fu Kui Rong Hua [落地开花,富贵荣华]
    Artinya : Jatuh ke lantai menjadi bunga, kekayaan berlimpah
  3. Hari Pertama Tahun Baru Imlek, Tong Beras (tempat menyimpan beras) tidak boleh kosong untuk menghindari terjadinya kelaparan sepanjang tahun ini.
  4. Pantangan untuk Menyiram air, menyapu, membuang sampah. Hal ini memiliki arti untuk mengumpulkan rezeki dan harta. Jika kegiatan menyiram, menyapu dan membuang sampah dilakukan berarti membuang rezeki dan harta yang telah dikumpulkan maupun yang akan dikumpulkan.
  5.  Pantangan untuk menagih hutang atau membayar hutang, karena keberuntungan akan hilang baik bagi penagih utang maupun peminjam sepanjang tahun ini.
  6. Tidak memperbolehkan orang lain untuk mengambil sesuatu dari Kocek anda untuk menghindari pada tahun yang baru semua harta dan rezeki diambil atau direbut oleh orang lain.
  7. Pantangan untuk melayat orang yang meninggal dunia.
  8. Pantangan untuk memotong rambut, karena memotong rambut pada saat merayakan Tahun Baru Imlek sering dikaitkan dengan pemakaman.
  9. Pantangan untuk membunuh, karena membunuh merupakan penyebab dari musibah atau bencana dan perang.
  10. Pantangan untuk minum obat untuk menghindari penyakit dan sakit-sakitan pada Tahun yang baru ini dan sering minum obat sepanjang tahun.
  11. Anak perempuan yang sudah menikah tidak boleh mengunjungi rumah orang tuanya pada hari pertama Tahun Baru Imlek. Kunjungan biasanya dilakukan pada hari kedua Tahun Baru Imlek.  Hal ini dilakukan karena biasanya akan banyak kunjungan tamu di keluarga Suami (rumah mertua) jadi harus membantu untuk melayani tamu-tamu di rumah mertuanya.
  12. Pantangan untuk makan bubur di Tahun Baru Imlek dan harus makan Nasi, karena pada jaman dulu bubur adalah makanan orang miskin, ini memiliki arti dengan memakan nasi pada Tahun Baru Imlek maka akan membawa rezeki dan menghindari kemiskinan di sepanjang tahun baru ini.
  13. Pantangan untuk makan daging, hal ini untuk menghormati para dewa yang akan mengunjungi rumah yang merayakan Tahun Baru Imlek.
  14. Pantangan untuk didesak atau dibangunkan orang saat sedang tidur, hal ini untuk menghindari desakan oleh orang lain sepanjang tahun baru ini.
Pantangan ataupun larangan pada Tahun Baru Imlek biasanya berlangsung sampai hari kelima perayaan Tahun Baru Imlek (Jia Gue Chu Wu). Pada hari keenam, semua aktifitas dan kegiatan sudah normal kembali.
 
 

Tentang Fu Lu Shou


FU LU SHOU itu dewa atau sekadar lambang “Kebahagiaan”, “Kesejahteraan” dan “Umur Panjang” ???    Karena pernah aku dibilangin oleh seorang teman Tao’ku, bahwa Fu Lu Shou itu bukan Shen/Dewa, tapi hanya sekadar lambang/simbol.
Tetapi setahu aku, kalau Shen/Dewa SHOU SHING KONG itu khan ada ???    Nah yang 2 lagi itu, namanya apa aja ???
Dewa SHOU itulah yang pertama disebut ada pada zaman Dynasti JIN awal.    Pada waktu itu dikatakan Dewa SHOU adalah NAN CIK LAO REN XING = Bintang Kutub Selatan = Bintang Orang Tua.   Dari ketiga bintang di atas, yang paling populer adalah SHOU XING (Bintang kutub Selatan), yang hanya dapat dilihat di daerah Tiongkok bagian Selatan saja.
Kemudian, bersamaan dengan semakin banyaknya cerita2 yang beredar di dalam masyarakat, akhirnya jadilah Dewa SHOU dengan ciri2nya sebagai berikut, “Orang tua yang kepalanya besar dan panjang, berwajah bijak & ramah, tubuhnya pendek, janggutnya putih, membawa tongkat berkepala naga dan membawa buah Xian Dou, dan sering dikelilingi oleh kelelawar dan rusa berbintik-bintik putih”.
Kalau Dewa FU, dalam legenda/cerita masyarakat Tiongkok ada banyak, tetapi yang bisa mewakili adalah BE CIAN, yaitu Jenderal Perang dari Kaisar HAN YUAN (HAN YUAN HUANG DI).   Karena jasa2nya, maka ketika gugur dalam perang melawan pemberontakan Man Yu, maka oleh Maha Dewa diangkat sebagai Shen/Dewa FU (QING FU ZHENG SHEN).
Nah setelah ada Dewa SHOU dan Dewa FU, masih juga dirasakan adanya kekurangan ………, maka untuk melengkapinya, diciptakanlah sosok Dewa LU yang punya ciri2 : “Berwajah tampan dan berseri-seri, tinggi badan semampai, mengenakan jubah hijau daun, kemana-mana selalu diikuti oleh seekor Rusa Sakti”.
Sekarang lengkaplah sudah Dewa FU, LU dan SHOU yang bisa mewakili semua “kebutuhan”  masyarakat, yang pada umumnya selalu punya keinginan untuk bisa mendapatkan “REJEKI” yang berlimpah, “KEDUDUKAN” yang berjaya dan “KESEHATAN” yang prima dan berumur panjang.    Ha… ha… ha…
Jadi, menurut Tokoh Agama TAO yang ahli dalam astronomi, FU ; LU ; SHOU, sebenarnya adalah nama2 yang mewakili rasi bintang tertentu. Yang digunakan untuk meramalkan “Rejeki”, “Kejayaan” dan “Kesehatan/Usia” seseorang.
Hal ini ada baiknya juga, untuk selalu menentramkan psikologis masyarakat, supaya selalu punya harapan dan cita2, untuk mendapatkan semua yang diinginkannya, bila di rumah memiliki Altar FU LU SHOU.


TARIAN TRADISIONAL KAUM CINA -TARIAN SINGA DAN TARIAN NAGA





Tarian singa menjadi adat di negara  China, Taiwan, Jepun, Korea, Thailand, Malaysia dan Vietnam. Setiap negara tersebut mempunyai corak dan bentuk tarian yang berbeza. Namun tarian ini lebih terkenal sebagai warisan orang Cina, kerana dikatakan sejarahnya bermula lebih 1,000 tahun lalu. Dua tarian singa yang amat popular ialah "Tarian Singa Utara" dan "Tarian Singa Selatan".



Tarian Singa adalah sebahagian daripada tarian tradisional dalam adat warisan masyarakat  Cina, yang mana penari akan meniru pergerakan singa dengan menggunakan kostum singa. Kostum singa itu dimainkan oleh dua penari iaitu seorang memainkan di bahagian hadapan dengan menggerakan kepala kostum, manakala pasangan penari akan memainkan bahagian belakang kostum singa tersebut. Kedua-dua penari itu akan bergerak seakan-akan singa di atas pentas yang disediakan. Tarian singa ini akan diiringi oleh gong, dram, dan dentuman mercun yang dikatakan akan membawa tuah.




Pada fikiran kaum Cina, naga adalah sejenis hidupan yang menguntungkan. Naga mewakili kekuatan yang tiada bandingan yang boleh menghilangkan nasib buruk dan mencegah jenayah. Oleh sebab itu, sejak zaman nenek moyang semasa mereka merayakan Tahun Baru Cina, atau memimpin prosesi untuk menyambut seorang dewa, bahkan ketika ada bencana alam atau bencana peribadi berlaku, mereka akan mengadakan tarian naga untuk berdoa supaya mendapat berkat dari syurga.

Dalam tarian ini, sepasukan orang Cina memegang sebatang "naga" — iaitu imej naga Cina — dengan tiang. Penari-penari hadapan mengangkat, mencelup, membidas, dan menyapu kepala naga, yang boleh memiliki ciri-ciri animasi yang dikawal oleh seorang penari dan kadang-kala dikawal untuk mengeluarkan asap dari alat-alat piroteknik. Pasukan tarian meniru apa yang dipercayai sebagai gerakan semangat sungai ini secara berbelok-belok dan beralun-alun.Gerakan-gerakan dalam persembahan ini secara tradisinya melambangkan peranan-peranan naga yang menunjukkan kuasa dan maruah. Tarian naga ialah satu acara utama sambutan Tahun Baru Cina. 

Tradisi Memberikan Angpao

Tahun baru china atu lebih dikenal dengan budaya Imlek dan tradisi pemberian Angpao dengan salam Gong Xi Fat Choi adalah sebagian kecil budaya warga Thionghoa yang kini banyak dikenal Di Indonesia. Presiden Gus Dur yang saat itu memberikan kesempatan kembali kepada warga keturunan Thionghoa di Indonesia untuk kembali merayakan Imlek dan melakukan Budaya dan tradisinya yang sempat terpasung pada masa Orde baru. Budaya Barongsai yang selalu menyertai tradisi Tahun baru Imlek kini juga bisa bebas dijalankan kembali tanpa harus takut di cap sebagai rezim komunis. Warga keturunan Tionghoa juga tidak merasa takut menggantung lentera merah, membunyikan petasan dan menyembunyikan sapu sebagai salah satu keunikan dari perayaan tahun baru Imlek. Disamping itu, masyarakat Tionghoa juga akan mulai menempel gambar Dewa Penjaga Pintu pada hari-hari perayaan ini. Inilah sebagian budaya yang mungkin dapat kita hormati bersama keberadaannya. Lalu Apakah pembagian tahun dalam budaya masyarakat tionghoa sama dengan penanggalan kalender masehi yang saat ini kita gunakan ? Dan adakah hubungan Budaya tahun baru Imlek dengan Tradisi memberikan Angpao ?
Penanggalan Tionghoa dipengaruhi oleh 2 sistem penanggalan, yaitu Gregorian dan Bulan-Matahari. Satu tahun dibagi menjadi 12 bulan sehingga tiap bulannya terdiri dari 29 ½ hari. Namun Penanggalan ini masih dilengkapi dengan pembagian 24 musim yang ada hubungannya dengan perubahan alam, sehingga pembagian musim ini sangat berguna bagi penduduk disana yang pada jaman dulu masih menggantungkan hidupnya pada pertanian dan terbukti amat berguna dalam menentukan saat tanam maupun saat panen.
Selain dari pembagian musim di atas, dalam penanggalan kalender Tionghoa juga dikenal istilah Tian Gan dan Di Zhi yang merupakan cara unik dalam membagi tahun menurut hitungan siklus 60 tahunan. Masih ada lagi hitungan siklus 12 tahunan, yang kita kenal dengan istilah Shio, yaitu Tikus, Sapi, Macan, Kelinci, Naga, Ular, Kuda, Kambing, Monyet, Ayam, Anjing dan Babi yang mempunyai sifat dan karakternya masing-masing jika dihubungkan dengan ramalan
Sebenarnya, tradisi memberikan angpao sendiri bukan hanya monopoli pada saat tahun baru Imlek, melainkan di dalam peristiwa apa saja yang melambangkan kegembiraan seperti pernikahan, ulang tahun, masuk rumah baru dan lain2, tradisi angpao juga pasti akan ditemukan. Angpao sendiri adalah dialek Hokkian, arti sebenarnya adalah bungkusan atau amplop merah. Menurut kepercayaan Tionghoa, warna merah mempunyai mitos kegembiraan, semangat dan memberikan nasib baik. Dan yang diharuskan memberi angpao adalah mereka yang sudah menikah karena menikah dalam budaya tionghoa adalah batasan anak dan dewasa.
Angpao pada jaman dahulu berupa permen, manisan atau bungkusan roti namun karena jaman sudah berganti maka tradisi angpao diganti dengan pemberian uang agar anak-anak dapat menentukan sendiri apa yang ingin dibelinya. Namun tradisi Angpao di atas tidak mengikat. Sekarang ini, budaya memberikan angpao pada saat tahun baru Imlek tentunya lebih dilihat pada kemampuan secara ekonomi karena angpao sendiri bermakna senasib sepenanggungan, saling mengucapkan dan memberikan harapan yang baik untuk 1 tahun ke depan kepada orang yang menerima angpao tadi.


Tradisi dalam Merayakan Festival Duan Wu (Duan Wu Jie)



Festival Duan Wu (Duan Wu Jie [端午节) yang biasanya jatuh pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek merupakan salah satu festival yang penting dalam budaya dan tradisi Tionghoa. Perayaan Festival Duan Wu biasanya diiringi dengan beberapa kegiatan perayaan seperti perlombaan Perahu Naga (Dragon Boat) dan makanan khusus Festival Duan Wu yaitu Bak Cang.

Perlombaan Perahu Naga (sai long zou [赛龙舟])

Perlombaan Perahu Naga atau dalam bahasa Inggris disebut dengan Dragon Boat adalah kegiatan utama dalam memperingati dan merayakan Festival Duan Wu. Menurut cerita sejarah,  seorang Menteri dan Sastrawan Kerajaan Chu yang bernama Qu Yuan bunuh diri dengan menenggelamkan diri ke dalam Sungai pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek. Rakyat Kerajaan Chu mengetahui peristiwa tersebut kemudian berbondong-bondong menuju ke sungai untuk mencari Mayat Qu Yuan dengan cara mendayung Perahu. Oleh karena itu, setiap tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek, mereka melakukan perlombaan perahu naga untuk memperingati Qu Yuan dan juga bertujuan untuk mengusir ikan-ikan dan binatang laut agar tidak memakan mayat Qu Yuan. Kegiatan tersebut kemudian menjadi sangat populer di masa Kerajaan Wu, Kerajaan Yue dan Kerajaan Chu.
Pada Dinasti Qing [清朝] di tahun ke 29 Pemerintahaan Kaisar Qian Long [乾隆] atau sekitar tahun 1736, Taiwan mulai mengadakan perlombaan resmi Perahu Naga. Gubernur saat itu Jiang Yuan Jun [蒋元君] memimpin perlombaan Perahu Naga di Kota Tai Nan, Danau Ban Yue Chi. Sampai saat ini Taiwan masih mengadakan Perlombaan Perahu Naga di tanggal 5 bulan 5 Penanggalan Imlek. Demikian juga di Hongkong.
Disamping itu, tradisi perlombaan Perahu Naga juga dilakukan oleh Jepang, Vietnam sampai ke Inggris Raya. Pada tahun 1980, Perlombaan Perahu Naga dimasukkan ke dalam bidang olahraga resmi yang dipertandingkan di Republik Rakyat China untuk memperebutkan “Piala Qu Yuan”. Tanggal 6 Bulan Juni Tahun 1991 (Kalender Imlek : 05-05), di kampung halaman keduanya Qu Yuan ( Propinsi Hunan, Kota Yue Yang) mengadakan Pertandingan Perahu Naga Internasional yang Pertama sehingga kebudayaan Tionghoa ini tetap dapat dipertahankan di masa zaman modern ini.

Makanan Bak Cang (Zhong Zi [棕子])

Dalam Masyarakat Tionghoa, bicara tentang Festival Duan Wu pasti tidak lepas dari makanan khususnya yaitu Zhong Zi atau di Indonesia lebih populer dengan menggunakan bahasa Hokkian dan Teochew yaitu Bak Cang.
Zhong Zi atau Bak Cang yang berkembang hingga saat ini adalah Bak Cang yang terbuat dari beras pulut yang didalamnya diberikan bermacam-macam isi seperti daging babi, daging ayam ataupun Tausa (pasta kacang manis) yang kemudian dibungkus dengan daun bambu dengan bentuk meruncing seperti Intan.

Sumber

Asal Usul Hari Raya Yuan Xiao Jie (Cap Go Meh)


Di Indonesia, Hari Raya Yuan Xiao lebih dikenal dengan sebutan Hari Raya “Cap Go Meh” yang artinya adalah malam ke-15 Tahun Baru Imlek. Bulan Pertama (Zhen Yue [正月]) dalam penanggalan Imlek disebut juga dengan istilah “Yuan Yue [元月]”. Dalam bahasa Mandarin, Malam disebut juga dengan istilah “Xiao [宵]”.  Jadi Yuan Xiao artinya adalah Malam dengan Bulan Purnama pertama dalam Tahun yang baru. Festival “Yuan Xiao” disebut juga dengan Festival “Shang Yuan [上元节]”.
Perayaan Festival Yuan Xiao atau perayaan Cap Go Meh sudah ada sejak 2000 tahun yang lalu saat Dinasti Han. Pada saat itu, Sebagaian besar Rakyat dan Bangsawan serta Kaisar adalah beragama Buddha yang kemudian mengetahui bahwa setiap Bulan Pertama Tanggal 15 Imlek para Bhikkhu akan melakukan penyalaan pelita untuk menghormati Buddha, maka Kaisar “Han Ming Di [汉明帝]” yang berkuasa saat itu memerintahkan untuk menyalakan Pelita di Istana dan juga semua Vihara untuk menghormati Buddha. Kaisar kemudian juga memerintahkan Rakyatnya untuk menggantungkan Lentera atau menyalakan Pelita di rumah masing-masing untuk menghormati Buddha.
Dalam Agama Buddha, Bulan Pertama tanggal 15 Imlek juga diperingati sebagai hari suci “Magha Puja” yaitu hari berkumpulnya 1250 arahat pada waktu yang bersamaan tanpa adanya kesepakatan terlebih dahulu untuk mendengarkan pembabaran Dhama dari Sang Buddha Sakyamuni, semua Arahat adalah Ehi Bhikku yang artinya adalah ditabhiskan oleh Buddha Sakyamuni sendiri.
Dalam Agama Tao [道教],  terdapat istilah San Yuan Shuo [三元说] yang terdiri dari Festival “Shang Yuan Jie [上元节]” yakni jatuh pada tanggal 15 bulan pertama Imlek, Festival “Zhong Yuan Jie [中元节]” yang jatuh pada tanggal 15 bulan 7 Imlek dan “Xia Yuan Jie [下元节]” yang jatuh pada tanggal 15 bulan 10 Imlek. Mereka masing-masing bertanggung jawab atas Langit, Bumi dan Manusia. Tanggal 15 bulan Pertama adalah Shang Yuan Jie yang juga bertanggung jawab atas Langit, memiliki makna sukacita. Pada Hari tersebut juga harus menyalakan Lampu Pelita.
Dalam Perkembangannya, penyalaan lampu pelita di Dinasti Han hanya satu hari, sampai pada Dinasti Tang menjadi 3 hari, Dinasti Song menjadi 5 hari, Bahkan saat Dinasti Ming, perayaan penyalaan Lampu Pelita ini dimulai pada hari ke-8 sampai hari ke-17 bulan pertama Imlek (tepat 10 hari).  Pada Dinasti Qing, Perayaan Festival Yuan Xiao dipersingkat menjadi  4~5 hari, tetapi bentuk perayaan diperbanyak seperti adanya kegiatan barongsai dan tarian Naga.
Terdapat beberapa cerita dan dongeng mengenai asal usulnya Festival Yuan Xiao (Cap Go Meh), diantaranya adalah Cerita tentang penyalaan Lampu dan Pemberantasan pemberontrakan keluarga Lv di Dinasti Han.

Cerita tentang Penyalaan Lampu

Pada Zaman dulu, banyak terdapat Raksasa dan Binatang buas yang sering menganggu umat Manusia. Oleh Karena itu, masyarakat saat itu membentuk pasukan untuk mengusir raksasa dan binatang buas tersebut. Suatu hari, seekor burung dewa tersesat dan jatuh ke bumi sehingga tidak sengaja dibunuh oleh para pemburu binatang buas tersebut. Kaisar Langit mengetahuinya dan sangat marah sekali yang kemudian memerintahkan para tentara langit untuk menghukum umat manusia dengan cara membakar bumi pada tanggal 15 bulan pertama penanggalan Imlek.
Seorang Putri dari Kaisar Langit yang sangat berbaik hati sangat sedih dan tidak tega untuk melihat umat manusia yang tidak bersalah mengalami penderitaan tersebut. Putri tersebut secara diam-diam turun ke bumi untuk memberitahukan perintah kaisar langit tersebut kepada umat manusia. Orang-orang yang mendengarkannya sangat panik dan takut sekali, beberapa saat kemudian seorang Lansia (lanjut usia) mengeluarkan suatu ide agar setiap rumah menyalakan lampu, petasan dan kembang api pada hari  ke 14, 15 dan 16 bulan pertama penanggalan Imlek untuk mengelabui Kaisar langit. Dengan demikian, Kaisar Langit akan mengira bahwa bumi lagi mengalami kebakaran dan ledakan.
Semua orang menyetujui ide tersebut dan lakukan persiapan masing-masing. Pada malam ke 15 bulan pertama saat Kaisar langit melihat ke bumi, Kaisar Langit melihat bumi terang benderang seperti benar-benar terjadi kebakaran dan juga terdengar suara ledakan selama 3 hari berturut-turut. Dengan demikian, masyarakat saat itu dapat selamat dari musibah kebakaran tersebut dan dapat melindungi harta benda mereka dari bencana. Untuk memperingati keberhasilan tersebut, pada tanggal 15 bulan pertama Imlek, setiap keluarga menyalakan lampu dan memasang lentera dirumahnya serta membunyikan petasan dan kembang api.

Keberhasilan pemberantasan pemberontakan Keluarga Lv [吕] oleh Han Hui Di

Pada Dinasti Han, setelah wafatnya Kaisar Han Gao Zu [汉高祖] (kaisar pertama Dinasti Han, Liu Bang). Putra dari Permaisuri Lv [吕后] yang bernama Liu Ying [刘盈] naik tahta menjadi kaisar dengan gelar Kaisar Han Hui Di [汉惠帝]. Tetapi Kaisar Han Hui Di sangat lemah dan sifatnya yang pengecut dan ragu-ragu menyebabkan kekuasaannya jatuh ke tangan Permaisuri Lv [吕后]. Setelah Kaisar Han Hui Di wafat, Kekuasaan sepenuhnya diambil alih oleh Permaisuri Lv, banyak jabatan tinggi diduduki oleh keluarga Lv. Para menteri dan pejabat tinggi Dinasti Han sangat marah, sedih dan kuatir akan Dinasti Han yang semestinya adalah milik keluarga Liu, tetapi mereka tidak dapat berbuat apa-apa terhadap Permaisuri Lv. Setelah wafatnya Permaisuri Lv, Pejabat-pejabat keluarga Lv yang dulunya mendapat dukungan penuh dari Permaisuri Lv merasa kuatir dan terancam. Mereka yang dipimpin oleh Jenderal  Lv Lu [吕禄] merencanakan untuk merebut kekuasaan kerajaan Dinasti Han.
Perencanaan Rahasia tersebut akhirnya terdengar oleh Liu Nang yang saat itu menjabat sebagai Raja Qi. Untuk melindungi Dinasti Han dari pemberontakan tersebut, Liu Nang memutuskan untuk melakukan penyerangan terhadap keluarga Lv dan kelompoknya.
Setelah berhasil memberantas pemberontakan ini, anak kedua dari Kaisar Han Gao Zu yang bernama Liú héng [刘恒] naik tahta menjadi Kaisar Dinasti Han  dengan gelar Han Wen Di [汉文帝].  Untuk memperingati keberhasilan ini, Kaisar Han Wen Di memerintahkan untuk melakukan perayaan pada tanggal 15 bulan pertama Imlek, Setiap keluarga di Ibukota diharuskan untuk menggantungkan Lentera, menyalakan lampu dan melakukan Pesta yang meriah di seluruh sudut Ibukota.


Sumber

Asal Usul Festival Qi Xi (Hari Valentine Tionghoa)





Festival Qi Xi (Qi Xi Jie [七夕节]) atau disebut juga dengan Festival Qi Qiao (Qi Qiao Jie [乞巧节]) merupakan salah satu Festival penting  dalam budaya Tionghoa terutama bagi para gadis-gadis muda. Festival Qi Xi memiliki sebuah cerita asal usul yang Romantis sehingga Festival Qi Xi ini sering dianggap sebagai Hari Valentine Tionghoa. Pada Malam Festival Qi Xi yaitu tepatnya bulan 7 tanggal 7 dalam penanggalan Imlek, gadis-gadis muda melakukan permohonan dan doa agar dapat meningkatkan keterampilan seni mereka dan juga memohon supaya mendapatkan suami yang setia dan baik serta mencintainya.

Asal Usul Festival Qi Xi berasal dari sebuah cerita Rakyat yang sangat Romantis mengenai Niu Lang [牛郎] dan Zhi Nu [织女] yaitu si Gembala Sapi dan Gadis Penenun. Cerita Niu Lang dan Zhi Nu ini juga merupakan salah satu dari 4 cerita Percintaaan Romantis China.

Cerita Niu Lang (Si Gembala Sapi) dan Zhi Nu (Gadis Penenun)

Pada Zaman Dinasti Zhou, di Desa Niu Jia [牛家] kota Nan Yang [南阳] terdapat seorang Pemuda yang rajin dan jujur. Kedua orang tuanya telah meninggal dunia sehingga Pemuda tersebut tinggal bersama Kakaknya. Istri Kakaknya sangat kejam dan selalu memaksa pemuda tersebut melakukan semua pekerjaannya. Pemuda tersebut kemudian dikenal dengan nama Niu Lang yaitu Pemuda  Gembala Sapi.
Pada Suatu Musim Gugur, Istri kakaknya menyuruh Niu Lang menggembala 9 ekor sapi, tetapi pulang harus membawa 10 ekor sapi. Kalau tidak, Niu Lang tidak diperbolehkan pulang ke rumah. Dengan sangat terpaksa, Niu Lang menuruti perintah Istrik Kakaknya.
Niu Lang menggembala kesembilan ekor sapi tersebut ke dalam gunung yang penuh dengan rumput untuk makanan sapi. Niu Lang kemudian duduk dibawah pohon dengan sedih dan memikirkan cara bagaimana dapat membawa pulang 10 ekor sapi. Tiba-tiba seorang Pria Tua yang berambut putih berdiri di depannya dan menanyakan kepada Niu Lang mengapa tampak sedih. Setelah mengetahui penyebab kesedihan Niu Lang, Pria Tua tersebut kemudian senyum dan menasehatinya untuk pergi ke Gunung Fu Niu [伏牛山],  disana terdapat seekor Sapi yang sakit dan jika dirawat dengan baik hingga sembuh, sapi tersebut dapat dibawa pulang ke rumahnya.
Niu Lang kemudian menuruti nasehat Pria Tua tersebut dan berangkat ke Gunung Fu Niu. Akhirnya dia menjumpai seekor sapi tua yang sakitnya sangat parah. Niu Lang dengan sabar merawatnya dan memberikannya makan hingga pada hari ke-3, Kesehatan sapi tua tersebut mulai pulih dan mengangkatkan kepalanya. Sapi Tua tersebut kemudian memberitahukan kepada Niu Lang bahwa dia (sapi tua) adalah Dewa Sapi Abu-abu [灰牛大仙] yang tinggal di Alam Dewa (Langit) tetapi karena melanggar aturan Alam Dewa (Langit) sehingga dihukum untuk turun ke alam manusia (bumi ini). Sapi Tua tersebut mengatakan bahwa luka kakinya harus dicuci dengan air yang berisikan ratusan jenis bunga agar dapat sembuh. Niu Lang kemudian menurutinya dan merawat sapi tua tersebut dengan sabar hingga satu bulan. Sapi tua tersebut kemudian sembuh total dan mengikuti Niu Lang pulang ke rumahnya.
Sepulangnya ke rumah, Istri Kakak Niu Lang tetap bertindak kejam terhadapnya. Beberapa kali ingin membunuhnya, tetapi diselamatkan oleh si Sapi Tua. Akhirnya Niu Lang diusir oleh Istri Kakaknya dari rumah dan tidak memperbolehkannya pulang untuk selamanya. Niu Lang bersama dengan Sapi Tua yang diselamatkanya tersebut  kemudian terpaksa harus meninggalkan rumah Kakaknya.
Pada suatu hari, Dewi Penenun (Zhi Nu[织女]) beserta Dewi-dewi lainnya bermain ke alam manusia (bumi). Atas bantuan si Sapi Tua, Niu Lang berhasil berkenalan dengan Zhi Nu dan timbullah rasa cinta diantara mereka berdua. Zhi Nu kemudian diam-diam turun ke alam manusia dan menjadi Istrinya Niu Lang. Zhi Nu juga membawa ulat sutera dari alam dewa dan mengajari manusia memelihara ulat sutera tersebut serta mengajarkan cara mengambil benang dari ulat sutera tersebut. Zhi Nu juga mengajarkan kepada manusia bagaimana cara menenun Kain Sutera yang baik dan cantik.
Setelah menikah, Niu Lang dan Zhi Nu hidup dengan bahagia, Niu Lang bercocok tanam dan Zhi Nu menenun kain sutera. Mereka memiliki seorang anak putra dan seorang anak putri. Tetapi kebahagian mereka tidak dapat berlangsung dengan lama. Tidak lama kemudian Kaisar Langit di alam Dewa mengetahuinya, Permaisuri Kaisar Langit (Wang Mu Niang-Niang [王母娘娘]) turun ke alam manusia dan memaksa Zhi Nu untuk pulang ke alam dewa.   Sepasang Suami dan Istri yang saling mencintai akhirnya terpaksa harus berpisah.
Niu Lang sangat bimbang dan tidak tahu bagaimana caranya untuk mengejar Istrinya ke alam dewa (langit), tiba-tiba Niu Lang teringat akan kata Sapi Tua bahwa Sandal yang pernah dibuatnya dari kulit Sapi tua tersebut dapat membantunya naik ke langit. Niu Lang kemudian membawa kedua anaknya mengejar Zhi Nu ke langit (alam dewa). Begitu hampir mendekatinya, tiba-tiba Permaisuri Kaisar Langit menciptakan sebuah sungai langit yang luas untuk memisahkan mereka berdua. Niu Lang dan Zhi Nu yang dipisahkan oleh sungai langit tersebut hanya bisa menangis dengan penuh kesedihan. Percintaan Niu Lang dan Zhi Nu ini menyentuh hati puluhan juta burung-burung Murai (Xi Que [喜鹊]) yang kemudian membentuk sebuah Jembatan burung Murai untuk mempertemukan Niu Lang dan Zhi Nu diatas jembatan burung Murai tersebut. Permaisuri Kaisar Langit tidak berdaya melihat kejadian tersebut, akhirnya menyetujui mereka berdua bertemu sekali dalam setahun yaitu setiap malam ke-7 pada bulan 7 menurut penanggalan Imlek.
Oleh karena itu, setiap malam ketujuh (7) bulan tujuh (7), gadis-gadis muda menatap ke langit dan mencari bintang Niu Lang (bintang Altair) dan bintang Zhi Nu (bintang Vega) dengan harapan dapat melihat pertemuan Niu Lang dan Zhi Nu sambil berdoa supaya keterampilan seni mereka dapat sebaik Zhi Nu dan mendapatkan Suami yang setia dan mereka cintai. Dengan demikian tradisi tersebut diadakan secara turun temurun dan akhirnya menjadi suatu Festival yang disebut dengan Festival Qi Xi.
Festival Qi Xi pada tahun 2013 jatuh pada tanggal 13 Agustus 2013.


Sumber

Tradisi Pemujaan Dewa Dapur

Berdasarkan adat resam rakyat China, setiap keluarga pada hari yang ke-23 bagi bulan ke-12 mengikut kalendar China akan mengadakan upacara untuk memuja dewa dapur dan juga dari hari inilah bermulanya sambutan perayaan Tahun Baru China.
Antara dewa-dewi dalam riwayat rakyat China, dewa dapur ialah dewa yang paling bersejarah. Sejak lebih 2000 tahun yang lalu, penduduk China telah mempunyai tradisi untuk memuja dewa dapur.
Khabarnya, dewa dapur ialah dewa yang menjaga dapur dan juga mengawasi tingkah laku semua ahli keluarga. Dewa dapur juga dipuja sebagai dewa penjaga sesebuah keluarga. 


Pada masa lampau, semua keluarga akan menempatkan papan pemujaan dewa dapur di dapur untuk disembah, manakala, gambar dewa dapur juga akan digantung pada dinding dapur. Pada gambar dewa itu terdapat tulisan yang berbunyi "Dewa Pengawas Dunia" ataupun "Ketua Keluarga". Menurut riwayat rakyat China, semasa penghujung sesuatu tahun, dewa dapur akan naik ke syurga untuk melaporkan kebaikan dan keburukan yang telah dilakukan oleh keluarga yang diawasinya dalam sepanjang tahun itu kepada dewa tertinggi di syurga. Maka, dewa tertinggi akan memutuskan nasib keluarga itu pada tahun yang akan datang berdasarkan laporan dewa dapur itu. Oleh sebab dewa dapur naik ke syurga pada setiap hari yang ke-23 bagi bulan 12 mengikut kalendar China, jadi upacara pemujaan dewa dapur juga diadakan pada hari itu. 


Pada hari upacara pemujaan dewa dapur itu diadakan, semua ahli keluarga akan berkumpul di dapur pada waktu senja. Mereka akan menghidangkan makanan di depan gambar dewa dapur dan membakar colok untuk memberi penghormatan kepada dewa dapur. Antara makanan yang mesti dihidangkan kepada dewa dapur ialah "tang gua", sejenis gula-gula yang sangat melekit. Kononnya, dewa dapur sangat suka makan gula-gula itu, setelah dewa dapur memakan gula-gula itu, mulutnya akan melekat. Jadi, apabila dewa itu naik ke syurg, dewa itu tidak dapat memperkatakan keburukan keluarga itu. Selepas upacara pemujaan yang ringkas, gambar dewa dapur akan dibakar supaya dewa dapur dapat naik ke syurga bersama-sama asap melalui cerobong dapur. Kemudian, pada malam sebelum Tahun Baru China iaitu hari terakhir bagi sesuatu tahun, semua ahli keluarga akan mengadakan upacara menyambut kekembalian dewa dapur dan menggantungkan gambar dewa dapur yang baru pada dinding dapur. Oleh yang demikian, dewa dapur yang baru dapat kembali ke dunia manusia bagi meneruskan tugasnya untuk menjaga keluarga itu. 





Menurut adat resam rakyat China, hari pemujaan dewa dapur juga dianggap sebagai permulaan bagi perayaan Tahun Baru China dan suasana seri perayaan juga semakin terserlah. Di sini, saya akan perkenalkan satu pepatah adat yang membayangkan cara penduduk China menyambut Tahun Baru China. Pepatah itu mengenai tata cara persiapan untuk menyambut ketibaan Tahun Baru China. Pepatah itu berbunyi: tujuh hari sebelum Tahun Baru China menyediakan "tang gua" untuk dewa dapur, enam hari sebelumnya membersihkan rumah, lima hari sebelumnya membuat tauhu, empat hari sebelumnya membeli daging, tiga hari sebelumnya menyembelih ayam, dua hari sebelumnya menguli tepung, sehari sebelumnya membeli minuman keras dan pada malam menjelang ketibaan Tahun Baru China, semua ahli keluarga akan membuat "Jiaozi" iaitu "Chinese dumpling" untuk dijadikan hidangan dan dimakan bersama-sama.

 

Kini istiadat pemujaan dewa dapur itu tidak lagi diamalkan oleh penduduk di bandar, sebaliknya penduduk di kawasan desa masih memegang istiadat itu. Walau bagaimanapun, hari ke-23 bagi bulan ke-12 kalendar China telah menjadi tanda permulaan sambutan perayaan Tahun Baru China.



Adat Istiadat tentang Malam Menjelang Hari Tahun Baru Imlek


Malam tanggal 30 bulan ke-12 penanggalan Imlek, atau chuxi dalam bahasa Tionghoa adalah malam terakhir menjelang hari Tahun Baru Imlek. Chuxi dalam bahasa Tionghoa berarti mencabut malam terakhir supaya menyongsong kedatangan tahun yang baru.
Di antara rakyat Tiongkok, adat istiadat mengenai chuxi banyak sekali. Pada beberapa hari menjelang chuxi, rakyat Tiongkok mempunyai tradisi untuk melakukan pembersihan besar-besaran di rumah. Pada hari terakhir bulan ke-12, baju yang sobek dan lauk-pauk yang belum habis dimakan akan dibuang menjelang datangnya hari Tahun Baru Imlek, dengan maksud agar kemiskinan tidak menjumpai rumah itu.
Setelah pembersihan, seisi keluarga akan mulai memasang kuplet dan lampion perayaan Tahun Baru Imlek, dalam rangka menciptakan suasana riang gembira. Pada malam tanggal 30 bulan ke-12 menjelang hari Tahun Baru Imlek, yaitu chuxiye, seisi keluarga akan berkumpul untuk makan bersama-sama.
Adat istiadat tentang makan malam pada hari chuxi berbeda dari tempat ke tempat di Tiongkok. Di bagian selatan, lauk-pauk yang disajikan pada malam itu harus meliputi tahu dan ikan, yang dalam bahasa Tionghoa lafalnya sama dengan “kaya dan kemakmuran”. Di bagian utara, jiaozi adalah makanan yang tak boleh kurang pada malam chuxi. Jiaozi dalam bahasa Tionghoa melambangkan reuni keluarga.
Pada malam menjelang hari Tahun Baru Imlek, biasanya orang tua akan membawa anaknya ke sanak saudara dan handai taulannya untuk mengucapkan Selamat Tahun Baru Imlek. Sedang di rumah, generasi muda juga harus mengucapkan Selamat Tahun Baru kepada generasi tua, dan generasi tua harus memberikan hadiah kepada bocah yang belum dewasa.
“Shoushui” atau tidak tidur pada malam menjelang hari Tahun Baru Imlek adalah kegiatan yang umumnya dilakukran rakyat Tiongkok. Anak-anak kecil paling gembira melakukan kegiatan “shoushui” karena bisa merayakan hari raya bersama dengan orang dewasa semalam suntuk, yang penuh dengan suasana riang gembira.


“Bakpao” Makanan Tradisional Tionghoa


Bakpao merupakan makanan tradisional dari Tionghoa. Menurut bahasa Hokkian bakpao berasal dari kata Bak dan Pao. Bak itu berarti daging dan Pao berarti “bungkusan”, jadi bakpao berarti “bungkusan (berisi) daging”.

Bakpao adalah penganan seperti roti, berbentuk seperti tempurung tertelungkup, terbuat dari terigu yang dikukus dengan isi daging, ayam, sayur-sayuran, kacang hijau, selai kacang kedelai, kacang azuki, dan sebagainya, sesuai selera. Bahkan sekarang sudah ada varian baru untuk isi bakpao yang dijual di pasaran, misalnya selai strawberry, cokelat, keju, dan sebagainya. Untuk membedakan isi bakpao biasanya diatas bakpao penjual memberi titikan warna.

Bakpao memiliki sejarah yang sangat berarti bagi masyarakat Tiongkok. Sejarah bakpao merupakan salah satu bagian terkecil dari roman terbaik sepanjang masa, Sānguó Yǎnyì. Penemu legendaris bakpao adalah Zhuge Liang yang merupakan ahli strategis terbaik Cina, perdana menteri, insinyur, dan ilmuwan. Legenda ini berawal ketika terjadi pemberontakan besar-besaran di daerah selatan Tiongkok. Dalam setiap peperangan, Liang tidak pernah menangkap dan membunuh Meng Huo, dengan beberapa alasan untuk kebaikan daerahnya. Meng Huo merupakan raja di daerah selatan yang memberontak. Namun pada peperangan terakhir, yang ketujuh kalinya, Liang terpaksa harus melihat pasukan Meng Huo tewas dan ia merasa sangat berdosa pada langit karena telah membunuh walaupun itu demi keselamatan negaranya. Meng Huo telah ditangkap namun Liang membebaskannya. Sejak saat itu Meng Huo tidak lagi memberontak karena sadar perbuatannya itu hanya merugikan dirinya dan orang-orang daerahnya. Ketika sedang melakukan perjalanan pulang bersama Meng Huo, Liang tertahan karena ada gelombang dan badai di sungai yang harus disebranginya. Meng Huo berkata, “Sejak zaman nenek moyang kami, orang yang ingin melewati sungai itu harus melemparkan 50 kepala manusia untuk persembahan kepada roh sungai.” Karena Liang tidak mau ada pertumpahan darah lagi, ia membuat kue yang menyerupai kepala manusia, bulat namun rata di bagian dasarnya, dan kue itu disebut bakpao. Bakpao telah populer di seluruh dunia sebagai salah satu makanan tradisional Cina meskipun banyak yang tidak tahu asal mulanya.

Di Indonesia bakpao sudah menjadi makanan yang tidak asing lagi. Sejak dulu hingga kini banyak penjual bakpao yang masih aktif berjualan. Penjual dengan gerobaknya yang berjualan berkeliling atau penjual yang sudah memiliki toko sendiri. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, varian bakpao kini sudah banyak macamnya. Kepopuleran bakpao dari dulu hingga sekarang memang belum pudar jika dibandingkan dengan jajanan pasar yang dulu sempat bersaing dengan bakpao seperti onde-onde, kue lapis, cenil, dan sebagainya. Karena harganya terjangkau dan penjual yang masih banyak dijumpai di mana-mana, membuat bakpao bukan saja digemari anak-anak, tetapi juga orang dewasa.

Di negara asalnya bakpao merupakan makanan yang biasanya dinikmati pada musim dingin disajikan bersama teh melati untuk sarapan. Bakpao biasanya disediakan di restoran atau kedai makanan yang masih dikukus dalam panci, jadi pada saat kita membeli, bakpao masih terasa hangat. Di Cina biasanya bakpao disajikan sebagai makanan pembuka, lain halnya dengan di Indonesia. Di sini bakpao biasanya dijadikan camilan pengganjal perut sambil menunggu waktu makanan utama tiba.

Bakpao juga termasuk makanan yang mudah dibuat sendiri. Bahan-bahan dan cara membuatnya tidak rumit. Bahkan cukup mudah untuk orang-orang yang sudah sering membuat kue. Bahkan ada beberapa orang yang kini membuat bakpao dengan berbagai bentuk sesuai pesanan, seperti bentuk tokoh kartun favorit atau bentuk-bentuk unik lainnya. Dengan bentuk dan rasa yang semakin bervariasi kepopuleran bakpao sepertinya akan meroket. 
 

Dewa Pintu


Dewa Pintu atau disebut juga dengan Men Shen [门神] adalah Dewa yang bertugas untuk menjaga keselamatan, keharmonisan keluarga serta menghalau makhlus halus yang jahat dari rumah yang dijaganya. Menurut Sejarahnya, Dewa pintu yang kita kenal sampai saat ini adalah 2 orang Jenderal yang sangat terkenal dan berjasa atas berdirinya Dinasti Tang yaitu Jenderal Qin Shu Bao [秦叔宝] dan Jenderal Yu Chi Jing De [尉迟敬德].
Bagaimana ceritanya sampai kedua Jenderal tersebut kemudian dikenal sebagai Dewa Pintu? Berikut ceritanya….
Setelah Kaisar Dinasti Tang yang bernama Li Shi Min [李世民] atau dikenal dengan gelar Kaisar Tang Tai Zong [唐太宗] naik tahta menjadi Kaisar, Dinasti Tang mengalami perkembangan Ekonomi yang sangat pesat dan Kondisi Politik yang Stabil serta kehidupan Rakyat yang Makmur.  Masa Kekuasaan Tang Tai Zong tersebut dikenal juga dengan “Zhēn Guàn Zhī Zhì [贞观之治]”. Kaisar Tang Tai Zong sangat senang dan bahagia melihat masa keemasan Dinasti Tang dibawah pemerintahaannya. Akan tetapi saat terjadinya insiden perebutan kekuasaan, sang kaisar telah membunuh adik dan kakak kandungnya  sendiri dan hal inilah yang sering membuatnya kuatir dan gelisah.
Pada suatu malam, Kaisar Tang Tai Zong sedang tidur dan tiba-tiba terbangun karena mendengar suara tangisan di luar kamarnya serta suara aneh dari atap kamarnya seperti ada orang diatasnya. Disamping itu juga terdapat suara orang yang mengetuk pintu, ada juga yang membanting jendela. Kaisar Tang Tai Zong segera memanggil Pengawalnya  untuk melakukan pemeriksaaan, tetapi tidak menemukan apa-apa. Setiap Kaisar Tang Tai Zhong memejamkan matanya pasti terdengar suara aneh seperti yang disebutkan tadi sampai pagi harinya setelah ayam berkokok.
Esok harinya, Kaisar Tang Tai Zong memanggil para kasim (Tai Jian [太监]), pembantu Istana, dan Pengawal untuk menanyakan kejadian malam tadi. Tetapi semuanya mengaku tidak mendengarkannya. Hal ini membuat Kaisar Tang Tai Zong makin gelisah dan selalu merasakan ada makhluk halus (roh jahat) yang menggangunya.
Malam selanjutnya juga terjadi hal aneh yang sama, malam ketiga, malam keempat, malam kelima, malam keenam sampai malam ketujuh. Pada hari ke delapan, saat rapat kerajaan dimulai, Kaisar Tang Tai Zong menceritakan kegelisahaannya dan hal-hal aneh yang dialaminya  setiap malam kepada para Menteri, Jenderal dan Pejabat tinggi Kerajaan.
Setelah Mendengarkan cerita dan keluhan sang Kaisar, seorang Jenderal yang bernama Qin Shu Bao [秦叔宝] langsung mengajukan diri bersama dengan Jenderal Yu Chi Jing De [尉迟敬德] untuk menjaga sang Kaisar setiap malam dan melakukan investigasi tentang apa yang sebenarnya yang sedang terjadi. Qin Shu Bao mengatakan bahwa dia telah banyak membunuh musuh dan jika mayat-mayat tersebut ditumpukkan bisa menjadi sebuah gunung, tetapi tidak pernah ada makhluk halus atau roh jahat yang mengganggunya. Jadi Qin Shu Bao tidak percaya sama sekali dengan tentang adanya makhluk halus atau roh jahat.  Kaisar Tang Tai Zong sangat senang dan langsung menyetujui dengan usulan tersebut.
Jenderal Qin Shu Bao dan Jenderal Yu Chi Jing De mengenakan Pakaian yang biasa dipakainya saat perang dan menjaga sang Kaisar dengan berdiri di sisi kanan dan sisi kiri pintu kamar sang Kaisar. Karena merasa telah dijaga oleh dua Jenderal yang dipercayanya, Kaisar Tang Tai Zong merasa aman dan tenang sehingga tidur dengan nyenyak dan tidak lagi mendengarkan suara aneh apapun juga. Semenjak dijaga oleh kedua Jenderal tersebut, Kaisar Tang Tai Zong dapat tidur dengan nyenyak dan tidak pernah merasakan kegelisahan dan ketakutan lagi sehingga sang Kaisar dapat tidur dengan nyenyak.
Kaisar Tang Tai Zong juga menyadari bahwa tidak mungkin pula kedua Jenderal tersebut menjaganya setiap malam karena mereka juga perlu istirahat dan ada keluarga masing-masing sehingga sang Kaisar pun memerintahkan pelukis yang terbaik di negerinya untuk melukiskan Gambar yang menyerupai keZAadua Jenderal tersebut untuk ditempelkan di sisi kiri dan kanan pintu kamarnya.
Semenjak lukisan yang menyerupai Jenderal Qin Shu Bao dan Yu Chi Jing De ditempelkan di sisi kanan dan kiri kamarnya, sang Kaisar pun tidak pernah lagi mendengarkan suara aneh seperti yang pernah dialami sebelumnya sehingga dapat tidur dengan nyenyak dan nyaman. Menurut Kaisar Tang Tai Zong, lukisan tersebut memiliki manfaat untuk menghalau makhluk halus atau roh jahat.
Kaisar Tang Tai Zong juga memuji kedua jenderal tersebut dengan sebutan “Men Shen [门神]” atau Dewa Pintu.
Cara menempel lukisan Jenderal Qin Shu Bao dan Jenderal Yu Chi Jing De (terkenal dengan lukisan Dewa Pintu)  kemudian ditiru oleh Masyarakat umum dengan maksud yang sama yaitu untuk menghalau dan mengusir makhlus halus dan roh jahat agar tidak menggangu keluarga mereka.
Sampai saat itu kebanyakan warga Tionghoa masih mempercayai bahwa dengan menempelkan lukisan Dewa Pintu ini dapat mengusir dan menghalau makhluk halus atau roh jahat sehingga semua anggota keluarga dapat bebas dari gangguan makhlus halus atau roh jahat tersebut.


Ma Gwe – Dilakukan Menyambut Kelahiran Anak






Lain lubuk lain pula ikannya. Demikian orang selalu berkata dalam mengungkapkan perbedaan kondisi yang terjadi antara satu daerah dengan daerah lainnya. Tradisi atau kebudayaan antara satu suku dengan suku yang lain juga berbeda, walau terkadang tujuannya sama.
Tradisi yang merupakan warisan leluhur suatu suku atau bangsa tersebut hingga saat ini masih tetap dipertahankan, meskipun ada yang sudah mengalami perubahan. Bagi warga keturunan Tionghoa, acara syukuran atas kelahiran seorang anak tetap dipertahankan hingga saat ini.

Tradisi leluhur dari Tiongkok itu selalu dilakukan pada saat usia anak mencapai satu bulan. Acara yang diberi nama Ma Gwe (satu bulan penuh) ini diisi dengan kegiatan pengiriman doa-doa kepada Yang Maha Kuasa dengan harapan anak tersebut diberikan kesehatan, kemujuran, kemakmuran, keberuntungan dan kejayaan.
Disebutkan, acara seperti ini masih tetap dilakukan warga Tionghoa yang tinggal di Indonesia sekalipun itu merupakan warisan leluhur. Agama yang dianut oleh orang tua si anak tidak berpengaruh terhadap pelaksanaan acara Ma Gwe. Jadi setiap kelahiran seorang anak, pihak orang tua maupun keluarganya akan membuat acara Ma Gwe. Masalah tempat dan besar kecilnya pesta syukuran itu, tergantung kondisi ekonomi keluarga anak tersebut. ‘’Kalau mereka tergolong mampu, bisa saja membuat pesta meriah di hotel atau ditempat mana saja. Tapi bagi yang kurang mampu, biasanya cukup memberikan bingkisan bagi orang-orang yang dituakan dalam keluarganya serta tetangga terdekat,’’jelas Hendra.
Yang penting, tambahnya, isi bingkisan yang dibagikan itu. Dalam bingkisan tersebut harus ada telur ayam berwarna merah, kue warna merah, kue Ku merah, dan kue mangkok. Sedangkan isi lainnya seperti ketan kuning dan ayam bekakak, hanya sifatnya melengkapi saja. ‘’Ketan kuning dan ayam bekakak itu sering ditemui dalam suatu acara di masyarakat disini (warga Indonesia-red), jadi tidak ada salahnya kita ikutkan juga,’’ kata Hendra.
Menurut Dian Gustiana, warga Jl Samiaji Raya, Kota Bogor, tujuan membuat acara Ma Gwe yang dikuti dengan pemberian bingkisan itu yakni selain memanjatkan doa agar anak tersebut diberikan keselamatan, kemakmuran serta kejayaan, juga sebagai pemberitahuan kepada saudara dan tetangga dekat bahwa di keluarga yang bersangkutan telah lahir seorang anak.


Nu Wa Pencipta Manusia


Yang paling terkenal dari legenda Tiongkok kuno adalah Nu Wa menciptakan manusia. Menurut mitos, semua orang Tionghoa adalah keturunannya.

Angkatan pertama manusia tanah liat yang dibuat oleh Nu Wa, persis seperti boneka, tanpa keidupan, pikiran, atau gerakan. Nu Wa tidak puas dengan mereka, jadi dia bernafas kearah manusia tanah liat tersebut, memberikan mereka jiwa. Segera, mereka berubah menjadi manusia hidup.

Tapi manusia-manusia ini tidak memiliki kebijakan dan kemampuan untuk menanggung perubahan dari luar. Mereka tidak bisa menahan emosi mereka dan tidak memiliki pemahaman tentang bagaimana cara mengatasi perubahan lingkungan mereka.

Mereka tidak punya logika atau pikiran benar dan cenderung mudah mati. Ketika satu kelompok manusia ini meninggal, Nu Wa harus membuat manusia baru lagi. Pekerjaan yang membosankan dan tiada henti.

Nu Wa memberi manusia beberapa kebijaksanaan dan menciptakan alat musik untuk mereka. Dengan musik, lagu dan tarian dikembangkan. Manusia kemudian bisa mengekspresikan perasaan mereka dengan menyanyi dan menari. Sejak saat itu, mereka memiliki budaya untuk mengatur dan memperkaya kehidupan mereka.

Nu Wa meciptakan pernikahan antara laki-laki dan perempuan hidup bersama dan mengembangbiakkan generasi mereka sendiri, sehingga memecahkan masalah punahnya manusia.

Perlahan-lahan manusia belajar untuk mendisiplinkan diri dan menangani perubahan yang tak terduga di lingkungan mereka. Seiring waktu, sejarah manusia, budaya, dan aspek lainnya dibentuk dan tumbuh sedikit demi sedikit. Dengan berjalannya waktu, hidup sederhana mereka tumbuh dari tidak ada apa-apa menjadi kaya akan budaya dan peradaban.


Sumber

Pangu Ciptakan Langit dan Bumi


Mitos Tiongkok kuno menggambarkan tentang bagaimana langit dan bumi diciptakan, asal-usul manusia, dan munculnya kebudayaan. Mereka adalah bagian dari warisan budaya Tiongkok 5.000 tahun.

Misalnya, mitos-mitos kuno yang menceritakan kisah tentang bagaimana bumi terbentuk. Pada zaman dahulu, para orang tua menceritakan kepada anak-anak mereka bahwa alam semesta diciptakan oleh Pangu.

Jauh sebelum alam semesta diciptakan, ada sebuah telur besar. Dari dalam telur ini, Pangu dilahirkan. Pangu tertidur dalam telur besar ini selama 18.000 tahun. Ketika ia terbangun, hanya ada kegelapan di dalam telur. Pangu meregangkan tangan dan kakinya, membuat telur pecah terbuka. Qi ‘Yang’ yang terang benderang terbang dan membentuk langit biru yang luas. Pada saat yang sama, Qi ‘Yin’ yang berat dan tebal tenggelam dan menjadi bumi. Sejak itu, alam semesta terdiri dari langit dan bumi.

Saat Pangu berdiri di antara langit dan bumi, hari demi hari langit semakin terangkat lebih tinggi dan bumi berkembang menjadi lebih luas dan tebal. Dengan cara ini, Pangu tumbuh lebih tinggi dan lebih tinggi. Peristiwa ini berlangsung selama 18.000 tahun hingga akhirnya langit tidak terangkat lagi dan bumi tidak tenggelam lebih rendah. Dengan demikian, Pangu menjadi raksasa yang menopang langit dan bumi, dan dengan cara ini alam semesta tidak akan kembali ke keadaan kacau.

Pangu adalah orang satu-satunya yang berada diantara langit dan bumi. Keadaan dunia mengikuti keadaan emosinya. Ketika ia senang langit menjadi cerah tak berawan, dan ketika ia marah cuaca menjadi mendung. Air mata-Nya membawa hujan dan desahan-Nya membawa angin kencang. Ketika ia berkedip, langit menyala dengan petir, dan ketika ia mendengkur, suara guntur bergemuruh.

Bertahun-tahun berlalu, langit begitu tinggi, dan bumi begitu tebal. Pangu berhasil menyelesaikan misinya dan tubuhnya berubah menjadi matahari, bulan, bintang, gunung, sungai, dan tanaman, dll Dengan cara ini, ia tanpa pamrih mendedikasikan seluruh tubuhnya bagi masa depan manusia.

Berasal dari manakah orang-orang Tionghoa, legenda Tiongkok kuno memberitahu kita bahwa Nu Wa menciptakan manusia dan semua manusia adalah keturunan dia.

Cing Bing : Budaya Tradisional Hormati Arwah Leluhur


Konon, hari raya Cing Bing atau Qing Ming (清 明節, baca: ching ming = cerah dan cemerlang) pada awalnya adalah ritual “pembersihan makam” oleh para kaisar, raja dan petinggi negara lainnya pada zaman dahulu kala, kemudian ditiru oleh rakyat kebanyakan dengan memberi persembahan kepada leluhur dan membersihkan/merawat makam pada hari yang sama, diteruskan turun temurun sehingga menjadi semacam adat istiadat yang baku bagi suku bangsa Tionghoa.

Menurut hasil survei pada hari Cing Bing yang jatuh pada 5 April setiap tahun, peziarah di Tiongkok kali ini diduga melebihi 120 juta orang.

Bagi orang Tionghoa yang memiliki tradisi setia, berbakti, murah hati dan keakraban, hari raya Cing Bing adalah merawat, membersihkan makam untuk mengenang para leluhur.

Sedangkan bagi etnis Tionghoa yang berada di luar Tiongkok, setiap pada hari tersebut, kerinduan terhadap kampung halaman akan terasa lebih kental, jadilah perayaan Cing Bing sebagai tradisi orang Tionghoa untuk menelusuri dan mengenang suasana “kebudayaan leluhur”, di dalam kehangatan keluarga dan kerabat, menunaikan pengembalian identitas asal dan meneruskan akar nadi.

Dalam masyarakat Tiongkok, diantara perayaan-perayaan tradisional yang ada, hari raya Cing Bing merupakan salah satu dari “8 perayaan” penting (antara lain: Imlek, Pek Cun yang terkenal dengan kue bakcang, Tiongjiu yang terkenal dengan kue Tiong Jiu Pia, dan lain-lain). Pada umumnya ditentukan pada 5 April tahun masehi, tetapi masa perayaannya cukup panjang, terdapat 2 macam ketentuan yakni 10 hari sebelum dan 8 hari sesudah atau 10 hari sebelum dan 10 hari sesudah, jumlah hari yang hampir 20 hari lamanya tersebut termasuk hari Cing Bing.
Asal mula

Hari Cing Bing bermuasal dari zaman Chun Qiu Zhan Guo (Musim semi-gugur dan negara saling berperang, abad 11–3 SM), adalah salah satu hari perayaan tradisional suku Han (suku mayoritas di Tiongkok), sebagai salah satu dari 24 Jie Qi (sistem kalender Tiongkok), waktunya jatuh antara sebelum dan sesudah 5 April Masehi.

Sesudah hari Cing Bing, di Tiongkok semakin banyak hujan, bumi dipenuhi dengan panorama kecemerlangan musim semi. Pada saat itu semua makhluk hidup “melepaskan yang lama dan memperoleh yang baru”, tak peduli apakah itu tanaman di dalam bumi raya, atau tubuh manusia yang hidup berdampingan secara alamiah, semuanya pada saat itu menukar pencemaran yang diperoleh pada musim dingin/salju untuk menyambut suasana musim semi dan merealisasi perubahan dari Yin (unsur negatif) ke Yang (unsur positif).

Konon, sesudah Yu agung (大禹, raja pada zaman Tiongkok kuno, abad ke-22 SM) menaklukkan sungai, maka orang-orang menggunakan kosa kata Qing Ming (di Indonesia terkenal dengan Cing Bing) untuk merayakan bencana air bah yang telah berhasil dijinakkan dan kondisi negara yang aman tenteram.

Pada saat itu musim semi nan hangat bunga bermekaran, seluruh makhluk hidup bangkit, langit cerah bumi cemerlang, adalah musim yang baik untuk berkelana menginjak rerumputan (Ta Qing). Kebiasaan tersebut telah dimulai sejak dinasti Tang (618-907).

Saat Ta Qing, orang-orang selain dapat menikmati panorama indah musim semi, juga sering dilangsungkan beraneka kegiatan hiburan untuk menambah gairah kehidupan.

Hari raya Cing Bing adalah musim berziarah ke makam, sebetulnya membersihkan makam adalah makna dari hari festival makanan dingin (寒食節) yakni 1 hari sebelum Cing Bing.

Kaisar Tang Xuanzong memerintahkan seluruh negeri agar “berziarah pada hari festival makanan dingin”. Berhubung festival makanan dingin berdempetan dengan Cing Bing maka lambat laun digabung dan terwariskan menjadi pembersihan makam pada Hari Cing Bing saja.

Pada zaman dinasti Ming (1368-1644) dan Qing/Mancu (1616-1911) Cing Bing berziarah ke makam semakin populer. Berziarah ke makam pada zaman dahulu, anak-anak seringkali bermain layang-layang. Ada yang memasangi seruling bambu pada badan layang-layang, yang berbunyi tatkala angin (Feng, 風) berhembus melaluinya, bagaikan bunyi alat musik zaman kuno yang disebut Zheng (箏), konon demikianlah asal usul nama layang-layang, dalam bahasa mandarin ialah: Feng Zheng (風箏, harfiah: Zheng yang dibunyikan oleh angin)
Adat dan istiadat

Adat istiadat hari raya Cing Bing sangat kaya dan menyenangkan, selain menganjurkan pati geni (tidak memasak/ menyalakan api), berziarah, juga ada serangkaian kegiatan seperti berkelana, berayun, sepak bola, menancapkan ranting pohon Willow dan lain-lain.

Konon ini dikarenakan pada hari Cing Bing tidak boleh memasak dan harus mengonsumi makanan dingin, maka untuk mencegah timbulnya dampak pada kesehatan, semua orang mengikuti sejumlah kegiatan di luar ruangan agar tetap fit. Oleh karena itu, di dalam acara tersebut selain bersembahyang di makam baru, dengan suasana haru dan penuh duka, pada kegiatan menginjak rumput/ berkelana juga terdapat suara tertawa riang, ini adalah sebuah acara yang penuh keunikan.

Bermain ayunan Qiu Qian (鞦韆): ini adalah adat kebiasaan hari Cing Bing zaman kuno. Sejarahnya panjang, ayunan pada zaman dulu kebanyakan menggunakan dahan sebagai rangka kemudian ditambatkan selendang atau tali. Akhir-nya berkembang menjadi 2 utas tali ditambah papan kayu sebagai pijakan kaki yang dipasang pada rangka balok kayu yang hingga kini digemari, terutama oleh anak-anak seluruh dunia.

Cu Ju (蹴鞠, sepak bola kuno): Ju adalah semacam bola yang terbuat dari kulit, di dalam bola tersebut diisi bulu hingga padat. Cu Ju menggunakan kaki untuk menyepak bola. Ini adalah semacam permainan yang digemari oleh orang-orang pada saat Cing Bing pada zaman kuno. Konon ditemukan oleh Huang Di (kaisar Kuning), pada awalnya bertujuan untuk melatih kebugaran para serdadu.

Menanam pohon: sebelum dan sesudah Cing Bing, matahari musim semi menyinari, hujan rintik musim semi betebaran, menanam tunas pohon berpeluang hidup tinggi dan dapat tumbuh dengan cepat. Maka, semenjak zaman kuno, di Tiongkok terdapat kebiasaan menanam pohon di kala Cing Bing. Ada orang menyebut hari Cing Bing sebagai “hari raya penanaman pohon”. Kebiasaan ini berlangsung hingga hari ini.

Bermain Layang-layang: juga merupakan kegiatan yang populer di saat musim Cing Bing. Setiap musim Cing Bing, selain pagi hari, orang-orangpun bermain layang pada malam hari. Pada kegelapan malam, di bawah layang-layang atau pada posisi benang-tarik digantungi serentetan lampion kecil, seperti selebritis yang cemerlang, disebut “Lampu dewata”.

Dahulu, ada orang setelah layang-layang berkibar di langit biru, memutus talinya, mengandalkan angin mengantarnya ke tempat nan jauh, konon ini bisa menghapus penyakit dan melenyapkan bencana serta mendatangkan nasib baik bagi diri sendiri.

Merawat atau membersihkan makam: Merawat makam di hari Cing Bing, dikatakan sebagai suatu tindakan untuk menghormat dan mengenang para leluhur. Kebiasaan membersihkan makam sudah ada sebelum dinasti Qin (221-206 SM), tetapi tidak harus dilangsungkan pada hari Cing Bing, berziarah membersihkan makam saat Cing Bing adalah masalah setelah Dinasti Qin. Dan sesampainya Dinasti Tang kebiasaan baru mulai menjadi populer.

Menancapkan pohon Willow: konon, kebiasaan menancapkan dahan willow (pohon Yangliu), juga demi memperingati Shen Nong Shi, yang dianggap sebagai guru leluhur pertanian dan pengobatan. Di sebagian tempat, orang-orang menancapkan dahan willow di bawah teritisan rumah, untuk meramalkan cuaca. Sesuai pameo kuno “Kalau dahan willow hijau, hujan rintik-rintik; kalau dahan willow kering, cuaca cerah”. Willow memiliki daya hidup sangat kuat, dahannya cukup ditancapkan langsung hidup, setiap tahun menancapkan dahan willow, dimana-mana rimbun.
Etnis Tionghoa rayakan Cing Bing

Semakin jauh dari tanah leluhur, perasaan sentimental dan nostalgia sepertinya semakin mendalam saja, di pelosok dunia dimana ditemukan orang etnik Tionghoa, setiap Cing Bing tahunan, pasti mereka mengikuti adat istiadat, menerawang negeri leluhur dari lokasi kejauhan dan mengirimkan kerinduan dari jauh melalui perayaan. Hari Cing Bing menjadi salah satu hari perayaan paling ramai dari tiga hari raya besar (tahun baru imlek, Cing Bing dan hari Tiongjiu) di wilayah pecinan.
Etnis Tionghoa di Indonesia

Indonesia adalah negara dengan penduduk etnis Tionghoa terbanyak di dunia, terdapat sekitar 15 juta orang yang hidup di sini yang selalu meneruskan adat pembersihan makam dan bersembahyang kepada leluhur pada hari Cing Bing.

Di dalam nilai kehidupan masyarakat Tionghoa, berbakti (Xiao, 孝), ditempatkan pada urutan pertama, sedangkan pembersihan makam dan sembahyang leluhur juga adalah semacam perwujudan jalan Xiao (berbakti kepada orang tua atau leluhur).

Tatkala pada 1999 Indonesia memasuki era reformasi demokrasi, pemerintah telah menghapus larangan yang bersifat diskriminatif dan membatasi etnis Tionghoa merayakan hari kebudayaan tradisional, maka orang Tionghoa di seluruh pelosok menggunakan berbagai cara untuk melewati hari raya Imlek, Yuan Xiao (15 hari sesudah tahun baru Imlek, yang biasanya dimeriahkan dengan hidangan lontong cap go meh) dan Cing Bing, pada generasi yang lebih tua mereka akan lebih mengutamakan Cing Bing.

Sebelumnya, etnis Tionghoa kebanyakan menyembah arwah leluhur di altar rumah, belakangan ini setiap nama marga memiliki kantor perkumpulan sendiri, maka para kerabat setelah berkumpul dan melakukan persembahan kepada leluhur lantas makan siang bersama, untuk mengakrabkan hubungan satu sama lain.

Ada pula yang menggunakan peluang ini untuk memberi bea siswa kepada kerabat muda yang berprestasi bagus, hal ini mewujudkan tradisi prima kaum etnis Tionghoa yang menghargai jasa para leluhur dan mau memberi semangat generasi muda agar giat belajar.

Pada masa Cing Bing, di beberapa tempat diadakan reuni sekolah dan kegiatan lainnya, dengan tujuan untuk memperdalam persahabatan. Lebih banyak lagi etnis Tionghoa yang berziarah secara sekeluarga ke makam leluhur, atau ke kuil menyulut dupa dan memohon rezeki.

Beberapa tahun belakangan ini, dalam situasi orang Tionghoa boleh menikmati dengan bebas perayaan kebudayaan dan “demam belajar bahasa Mandarin”, generasi baru orang Tionghoa di Indonesia mulai menghargai kebudayaan Tionghoa.


Sumber

Dewa dewi Tiongkok


Bicara dewa dewi Tiongkok atau juga kepercayaan masyarakat , kebanyakan diantara kita pernah dengar tapi belum tentu mengenalnya.

Seringkali kita melihat prosesi gotong Toapekong ,orang yang sujud berdoa, bertanya dengan ciamsie dan lain-lain. Pemandangan ini dapat kita lihat di kelenteng-kelenteng.

Pada kenyataannya , semua yang kita lihat itu hanya permukaan dari kepercayaan orang Tiongkok, permukaan itu mengandung pemahaman yang luas dan berisi makna filosofis yang mendalam. Makna dan pemahaman itu tidak dapat kita lihat atau pahami seperti kita hanya melihat patung-patungnya atau prosesinya.

Ketika kita melihat seorang nenek tua yang dengan sujud bersembayang , pasti ada banyak orang yang beranggapan bahwa nenek tua itu percaya tahayul , menyembah iblis , tidak berpendidikan , kuno dan sebagainya. Tapi seandainya kita merenungkan lebih mendalam , nenek tua yang begitu bersujud tentunya keyakinan yang timbul dari hatinya sendiri dan ada pengharapan serta keyakinan yang teguh dan kuat. Tidak perduli keyakinan , pengharapan itu bersifat psikologis atau tidak , bagi saya nenek tua itu sedang mencari ketenangan dan rasa aman dari dewa dewi Tiongkok yang ia yakini. Saya tidak memiliki hak untuk menjudge bahwa yang disembah itu iblis , nenek itu penyembah berhala , penganut tahayulisme , orang bodoh serta pandangan negatif lainnya.
Perlu kita sadari bahwa manusia dalam hidupnya selalu mencari pengharapan , perlindungan , ketenangan. Masing-masing manusia mendapatkan hal-hal diatas berbeda satu dengan yang lainnya.

Perlu kita ketahui bahwa dewa dewi Tiongkok itu berasal dari rakyat tiongkok dan melewati batasan-batasan agama atau kepercayaan yang ada. Telah menjadi suatu bentuk kebudayaan serta dasar filosofi yang mendalam. Dalam sejarah perkembangannya kemudian , pemikiran-pemikiran filosofis dari Confuciusm , Taoism itu menjadi 2. Yang satu bersifat pragmatis dan dapat kita lihat dalam kehidupan rakyat kebanyakan sedangkan satunya bersifat scholar yang hanya dikalangan kelas atas dan berpendidikan tinggi serta memiliki wawasan luas. Yang bersifat pragmatis itu menyerap dewa-dewi rakyat.

Dalam memandang masalah dewa dewi ini diperlukan suatu bentuk toleransi yang besar sehingga cara memandang kita akan menjadi berbeda dan kita bisa hayati betapa dalamnya makna filosofis yang terkandung didalamnya serta betapa berharganya kepercayaan masyarakat itu.

Satu keunikan dewa dewi Tiongkok itu adalah tidak memiliki batasan yang jelas dan menyerap semua komponen Tridharma. Jadi tidaklah heran jika kita melihat ada orang yang bersembayang kepada Buddha Gautama dan setelah itu sembayang kepada Tu Di Gong. Ada yang sembayang kepada Tai Shang Lao Jun kemudian diikuti dengan sembayang kepada Guan Yin Pu Sa. Dengan santainya menghormati Confucius kemudian dilanjutkan dengan penghormatan kepada "dewa-dewa"lokal seperti misalnya Eyang Suryakencana , Prabu Siliwangi , Mbah Banten dan lain-lain.

Secara garis besar dewa-dewa Tiongkok dapat dipilah menjadi 2 bagian. 1. Dewa mitos atau legenda. Seperti misalnya Sun WuKong, Yv Huang DaDi 2. Tokoh-tokoh masyarakat yang pernah hidup dan berjasa bagi bangsa dan negara. Baik berskala lokal maupun berskala luas. Dalam hal ini misalnya Yue Fei岳飛 , Guan YunZhang關雲長 yang berskala luas. San Shan Guo Wang三山國王 yang berskala kedaerahan. Adalagi yang bersifat marga seperti Xie An 謝安.

Walaupun 3 agama yang turut mewarnai perkembangan budaya Tiongkok , tapi pengaruh kedalam dewa dewa rakyat Tiongkok malah menjadi melebur. Buddhism , Confuciusm dan Taoism memberikan warna yang lebih menarik lagi terhadap dewa-dewa Tiongkok. Dan Taoism itu lebih dalam pengaruhnya tapi tidak dapat dikatakan secara jelas bahwa Taoism yang memberi nuansa sendiri. Dapat dikatakan bahwa dewa-dewa Tiongkok merupakan suatu bentuk kepercayaan rakyat.Yang diterima secara umum dan telah melebur kedalam tradisi serta adat rakyat Tiongkok itu sendiri. Tradisi serta adat istiadat merupakan nyawa dari suatu bangsa atau etnis dan dalam perkembangannya bahkan melewati agama itu sendiri.

Disini saya mencoba untuk bersikap netral dan tidak menghakimi atau membela. Tapi disisi lain saya mencoba untuk menghormati dewa dewi Tiongkok yang merupakan bagian dari budaya Tionghoa dan pada perkembangannya telah melewati batasan-batasan TriDharma.

Diatas kita telah mengenal 2 pemilahan awal dewa dewa Tiongkok. Disini kita mencoba memperinci lagi. Dimulai dengan pembagian dewa-dewa menurut agama, walau dalam prakteknya kebanyakan orang-orang Tiongkok tidak perduli dengan pembagian-pembagian itu.

1. Dewa-dewa Taoism.

Dewa-dewa Taoism sendiri memiliki pembagian-pembagian lagi. 1.1Seperti Lv Dong Bin 堂洞賦quot; dan Sha Zhen Ren 薩真人 termasuk kedala= m kategori Xian Ren 仙 人dan Zhen Ren 真人.

1.2Tian Shen 天神 merupakan bagian dari satu kesatuan lain. Dalam kitab Daoism shuo yan xiu bian 說苠.修萹 mengatakan bahwa Tian Di atau langit dan bumi merupakan sumber dari segalanya. Langit disebut Shen dan Bumi disebut Qi 祇. Yang termasuk kategori Tian Shen adalah Tai Shang Lao Jun 太 上 老君 , Pu Hua Tian Zun 普化天尊 dan lain lain.

1.3Kategori Di Qi adalah Wu Yue Da Di 亦quot;嶽大帝,Shi Ji 社稷

1.4 Ren Gui Zi Shen 人鬼之神. Jaman dahulu , orang Tiongkok memiliki peribahasa , "Pintar dan jujur adalah Shen" Banyak tokoh-tokoh jaman purba menjadi Shen karena jujur , berjasa , pintar. Lu Ban 魯班ahli pertukangan,Kong Zi atau Confucius , Meng Zi dan lain lain. Yang termasuk kategori ini amat banyak sekali. Bahkan dapat dikatakan bahwa disini Taoism menyerap banyak dewa-dewa rakyat, walau tidak semua diserap. Confuciusm bahkan sampai sempat membuat pendaftaran dewa-dewa rakyat yang pantas dan tidak pantas dihormati karena sangat banyaknya. Pendataan terakhir yang dilakukan oleh Confuciusm adalah pada masa dinasti Qing.

1.5 Ren Ti Zhi Shen 人髦quot; 之 神 Taoism beranggapan bahwa Alam ini adalah macro cosmos dan tubuh manusia ini adalah micro cosmos. Dalam tubuh manusia juga terdapat banyak shen , seperti misalnya ni wan shen 泥丸 神, Dan Yuan 丹元. Pemahaman dewa-dewa dalam tubuh ini merupakan salah satu pilar teknik pelatihan diri Taoism.

1.6 Di Fu shen Ling 地府 神 靈 Orang Tiongkok beranggapan manusia mati menjadi Gui atau Shen. Yang menjadi gui maka akan kedalam bumi. Perbedaannya disini dengan pemikiran barat , tidak selalu gui itu jahat dan mencelakakan. Dalam pemikiran rakyat Tiongkok kuno , ada 2 地府atau tempat dasar bumi bagi mereka yang meninggal. Tai Shan 泰山,Feng Du 酆都 merupakan 2 tempat tersebut. Dewa-dewanya antara lain adalah 東嶽大帝,秦廣王 Qin Guang Wang dan lain lain.


Setelah mengenal jenis-jenis dewa dalam pandangan Taoism , disini saya mencoba menjelaskan makna dan perkembangan bagi masyarakat.

Dalam menjelaskan hal-hal tersebut diatas , saya tidak membahas masalah tingkatan 36 surga , tingkatan dewa-dewi , perbedaan shen dan xian. Karena jika hal tersebut diuraikan bisa-bisa menjadi 1 buku tebal. Setelah membagi dan menjelaskan tingkatan dewa-dewi dan nantinya ketika kita memasuki dewa dewi rakyat , akan terlihat beberapa dewa- dewi rakyat yang terserap oleh Tridharma. Dimana dewa-dewi rakyat juga memiliki pembagian-pembagian.

Pada prinsipnya fungsi dan makna dewa-dewi Taoism tidak berbeda jauh dengan dewa-dewi Buddhism. Perlu kita ketahui bahwa dalam perkembangan cerita dewa-dewi Tiongkok agak berbeda dengan dewa-dewi Yunani. Sepanjang pengetahuan saya , cerita dewa-dewi Yunani kebanyakan adalah dewa yang sering mempermainkan manusia , menikahi manusia , bersenang-senang. Disudut perkembangan dewa dewi Tiongkok , kita bisa membaca kisah dewa yang membantu manusia ,misalnya Nv Wa 女 媧dan lain lain. Ada pula tokoh yang berkorban untuk membantu orang lain , misalnya Huang Da Xian 黃 大 仙 atau Huang ChuPing 黃 初 平. Ada pula yang mengajarkan kebenaran bagi masyarakat , misalnya Zhao Jun 灶 君.
1.Fungsinya sebagai sarana untuk mengajarkan kebajikan Mengajarkan kebajikan adalah salah satu pilar dari semua agama. Tiada agama yang tidak mengajarkan kebajikan. Disini dalam perjalanan sejarah Tridharma (saya menyingkat ke 3 agama menjadi Tridharma agar lebih mudah)di Tiongkok menyerap dewa-dewi sebagai salah satu sarana untuk mengajarkan kebajikan. Kebanyakan kisah-kisah dewa memiliki makna kebajikan yang mendalam. Misalnya Zhang FuDe 張 福 德 atau Fu De Zheng Shen 福 德 正 神, Mu Jian Lilan 母建覱uot;®

2.Dewa-dewi sebagai penolong Selain sebagai pengajar kebajikan , banyak dewa-dewi adalah penolong manusia dan segala mahluk. Baik dari segi mitos maupun fakta sejarah. Cara menolongpun berbeda-beda. 2.1 menolong yang sakit dan meninggal. Tokoh pengobatan Sun SeMao 孫 思 貌 dikenal sebagai orang yang memiliki ilmu pengobatan yang tinggi sekali , bahkan pernah menolong seorang bayi dalam kandungan ibunya yang telah meninggal 1 minggu. Beliau digelari sebagai Yao Wang 藥 王. Wu Ben 吳 本 yang juga sebagai tokoh pengobatan digelari Bao Sheng Da Di 保 禱uot;Ÿ 大 帝. Buddhism juga mengenal Bhaisajyaguru Buddha 藥 師 佛. 3 kaisar purba yaitu Fu Xi , Shen Nong dan Huang Di masuk dibanyak kategori dimana salah satunya adalah sebagai penolong bagi yang sakit dan meninggal.

2.2 membasmi kejahatan dan memakmurkan masyarakat. Banyak dewa-dewi merupakan pembasmi siluman atau setan yang mengganggu rakyat. Misalnya Zhang Dao Ling 張 遦quot; 陵atau Zhang Tian Shi 張 天 師. 4 釠 剛 ,4 Kim kong , Zhong Tan Yuan Shuai 中 壇 元 帥.

2.3 menyebarkan kebajikan , menolong orang yang menderita , menolong yang kekurangan. Dewa-dewanya seperti Ji Gong 濟公, Dan Yang Zhen Ren 丹陽 真人,Bao Qing Tian 包 靧天.

2.4 menolong mereka yang telah meninggal, roh-roh gentayangan , roh- roh penasaran, menyadarkan roh-roh yang tersesat. Bagi keluarga yang ditinggalkan oleh yang dikasihi tentunya memerlukan suatu bentuk keyakinan kemanakah perginya , siapa yang membantu mereka , bagaimana seandainya orang jahat yang meninggal, siapa yang membantu mereka yang berada dineraka dan lain-lain. Berbeda dengan pemahaman agama lain , dewa-dewi Tiongkok atau Tridharma percaya bahwa roh-roh jahat juga bisa disadarkan , mereka yang terjebak dalam neraka bisa ditolong dan diangkat ke surga dengan bantuan para dewa. Jadi dalam pemikiran rakyat Tiongkok , neraka bukanlah bentuk yang abadi dan tidak ada penyelamat. Istilah populer dalam Buddhism adalah "Kalau bukan Aku yang ke neraka menyelamatkan mereka yang menderitai siapa lagi", "Aku tidak akan memasuki nirvana selama neraka masih penuh." Taoism juga mengenal tokoh-tokoh seperti Buddhism itu , misalnya Tai Yi Jiu Ku Tian Zun 太 乙 敠苦天尊,Dong Yue Da Di 東嶽大帝. Ksitigarbha Bodhisatva 地 臧王 菩薩

Dan perlu diketahui banyak dewa-dewa yang tidak ada spesifikasi tertentu bahkan merangkum semuanya. Misalnya Guan Yin Pu Sa 觀音 菩薩, Tai Yi Jiu Ku Tian Zun 太 乙敠苦= 天尊 Pencipta manusia Ni Wa 女媧娘娘 yang menolong manusia , memberi pasangan , mengajarkan kebajikan dan lain-lain

3.Fungsi sosial masyarakat dan moralitas. Masyarakat yang mengenal makna-makna yang terkandung dibalik dewa- dewi tentunya akan mengetahui hukum karma , tidak berbuat jahat , percaya dengan berbuat kebajikan akan menuai buah yang baik, memiliki sifat welas asih , menghargai tokoh-tokoh yang berjasa , menghargai para leluhur yang dengan kebajikannya menjadi dewa. Mereka juga tidak perlu takut menghadapi kematian karena dewa-dewanya akan menolong mereka memberi ketenangan dan rasa yakin dari misteri dibalik pintu kematian. Secara umum , orang Tionghua tidak begitu perduli akan dunia kematian , karena mungkin telah tertanam dalam pikiran mereka bahwa dengan berbuat baik maka surga berada ditangannya.

Disini saya akan menuliskan pembagian jenis-jenis dewa Buddhism dalam khazanah rakyat Tiongkok.
Saya menyadari nanti akan ada yang protes jika Sakyamuni Buddha disamakan dengan dewa. Jadi sebelumnya saya minta maaf jika ada yang merasa tersinggung. Sejak masuknya Buddhism ke Tiongkok , terjadi transformasi Buddhism yang memiliki ciri khas tersendiri.
1. Buddha Contohnya adalah Sakyamuni Buddha 釋迦蛨尼佛 , Bhaisajyaguru Buddha藥 師佛 , Amitabha Buddha阿彌陀佛 , Dipankara Buddha 燃燈古佛. Dari segala Buddha , yang terkenal dan amat dipuja adalah Amitabha Buddha. Bahkan sampai ada istilah Setiap rumah ada Guan Yin , setiap mulut menyebut Amitabha. 1.2 Bunda Buddha atau Fo Mu 佛母 misalnya Da Bai Gai shan Fo Mu 大白蓋傘佛母

2.Bodhisatva Bodhisatva merupakan dewa yang amat sangat banyak dipuja oleh orang- orang Tionghua , terutama Avalokitesvara Bodhisatva 觀世音菩薩 yang dipercaya menolong manusia dan welas asih. Selain itu masih ada bodhisatva lainnya seperti Ksitigarbha bodhisatva, Manjusri Bodhisatva, Maha Cundi Bodhisatva dan lain-lain. Rata-rata bodhisatva memiliki metta karuna untuk menyelamatkan segala mahluk.

3.Pelindung Dharma. Dewa pelindung dharma kadang suka rancu menjadi bodhisatva. Qie Lan Pu Sa 伽 藍 菩薩 yang sering disebut orang , padahal merupakan kumpulan dari 18 shan shen 善神.Lebih tepat menyebutnya Qie Lan Shen 伽 藍 神. Figur Qie Lan dalam Buddhisme Tiongkok adalah tokoh pahlawan terkenal Guan YunZhang 關雲長. Qie Lan Shen adalah pelindung umat Buddhism. Yang lain adalah Wei Tuo Shen 韋馱神 atau kadang sering disebut Wei Tuo Pusa 韋馱菩薩, Wei Tuo Tian 韋馱天. Dipercaya Beliau merupakan pelindung vihara. Selain yang diatas masih ada lagi yang disebut Tian Long Ba Bu 天龍八 部 , tapi ingat yang dimaksud Tian Long Ba Bu itu bukan cerita silat karangan Jin Yong. Yang tercakup adalah: a. Tian Zhong 天眾,dewa-dewa yang dilangit seperti Da Fan Tian 大梵 天, Di Shi Tian 帝 釋天 dan lain-lain. b.Long Zhong 龍眾, misalnya Nan Tuo Long Wang 難陀龍王 c.Ye Cha 夜叉 d.Gan Tha Po 乾闥 婆 e. A Xiu Luo 阿修羅 f.Jia Lou Luo 迦樓羅 g.Jin Na Luo 緊那羅 h.Mo Hou Luo Jia 摩堠羅迦

4.Raja Langit Dari banyak raja langit dalam Buddhism , ada 4 yang terkenal yaitu 4 raja langit yang berkuasa di 4 arah 四 大 天王.

5.murid Sidharta Gautama yang terkenal. ada beberapa murid Gautama Buddha yang kemudian juga diangkat menjadi dewa Tiongkok , misalnya Mu Lian Zun Zhe 目蓮尊者

6.Arahat 羅漢 Disamping murid-murid Buddha yang menjadi arahat yang kadang disebut Zun Zhe masih ada 18 arahat yang menjadi ciri khas Buddhisme Tiongkok. Yang menarik disini adalah ada kaisar Liang Wu Di 梁武帝 yang menjadi arahat, selain itu adalah BodhiDharma 達摩,Ji Gong , Fu Hu 伏虎, xiang long 降龍 dan lain-lain.

7.Para sesepuh Buddhisme di Tiongkok. Misalnya Qing Shui Zu Shi 清水 祖師, Xuan Zang 玄奘, Pu An 普痷, Dao Ji 道濟

8.Ming Wang 明王 Banyak Ming Wang tercakup , dan menurut saya Ming Wang tidak dapat dimasukkan kedalam kategori Bodhisatva. Bu Dong Ming Wang 不 動 明 王 atau Acalanatha , Kong Que Ming Wang 孔 雀 明 王 atau Maha maruya vidya rajni , Da Wei De Ming Wang 大威德明 王 atau Yamantaka dan lain-lain.